MANADO – Penertiban badut lampu merah di Kota Manado menuai kontroversi dari banyak warga. Pasalnya, ada kekhawatiran terhadap nasib para badut yang melakukan hal tersebut untuk mencari nafkah.
Namun, menurut Kepala Satpol PP Hanny Waworuntu, penertiban tersebut dilakukan berdasarkan Perda Kota Manado Nomor 2 Tahun 2019 tentang Ketenteraman dan Ketertiban Umum.
Menurut Waworuntu, penertiban badut dan pengamen di jalan merupakan hal yang dilarang. Pasal 8 huruf a mengatur bahwa kegiatan badut di jalan dilarang. Sementara itu, Pasal 19 ayat (1) a dan g menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban umum, termasuk kegiatan badut dan pengamen.
Selain itu, Pasal 20 ayat (1) Perda tersebut melarang badut dan pengamen melakukan kegiatan di jalan tanpa izin resmi. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah setempat untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman di Kota Manado.
“Dalam Pasal 21 huruf a dan b, tercantum sanksi yang dapat diberikan kepada pelanggar, termasuk badut dan pengamen yang melanggar ketentuan tersebut,” tegas Waworuntu. Namun, kebijakan penertiban itu terus saja menuai kontroversi di kalangan warga.
Beberapa warga menyuarakan keprihatinan terhadap nasib para badut yang hanya mencari nafkah.
“Mereka berpendapat bahwa penertiban ini dapat berdampak negatif terhadap ekonomi dan kesejahteraan para badut. Pilih mereka begitu atau berbuat kriminal?,” pesan warga.
Warga juga mempertanyakan apakah sudah ada upaya dari pemerintah untuk memberikan solusi atau alternatif mata pencaharian bagi para badut yang terkena dampak penertiban ini.
“Kalau ditertibkan baiknya juga ada perhatian lebih dari pemerintah dalam menangani isu ini agar tidak merugikan kelangsungan hidup para badut,” nilai warga.
Adapun pantauan yang dilakukan, ternyata di antara para badut adalah anak-anak yang masih perlu perhatian dan bimbingan orang tua.
(***)